Oleh : Hatta Syamsuddin
Manusia memang diciptakan dalam kondisi yang lemah (QS An-Nisa :28). Bahkan bukan hanya secara fisik, namun juga semangat dalam beribadah dan beramal kebaikan. Adalah sebuah anugerah bagi kita, karena Allah SWT telah mendesain sebuah syariat yang membuat kita lebih istiqomah dan teratur dalam amal. Dari mulai ibadah wajib sholat lima waktu harian, ibadah sholat jumat pekanan, hingga ibadah Ramadhan sebagai pembangkit keistiqomahan dalam skala tahunan. Selain itu semua, ada juga hari-hari yang secara khusus dimuliakan agar setiap muslim mampu menata ulang dan mengatur ritme ibadahnya kembali ditengah kesibukan aktifitasnya sehari-hari. Salah satu hari-hari yang dimuliakan tersebut adalah sepuluh awal bulan Dzulhijjah, yang saat ini kita sedang ada di hadapannya.
Bulan Dzulhijjah selalu identik dengan pelaksanaan ibadah haji, dimana jutaan kaum muslimin berkumpul menjadi satu di tanah suci mengagungkan Allah SWT dan syiar-syiarNya. Banyak peluang pahala, ampunan dan kemuliaan yang dijanjikan kepada mereka yang berhaji. Syariat Islam yang adil juga memberikan kesempatan yang sama pada mereka yang tidak berhaji, untuk sama-sama mendulang pahala dalam hari-hari ini. Maka marilah kita menyambut kesempatan dan peluang berharga ini.
Keutamaan Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah
Kemuliaan bulan Dzulhijjah, khususnya pada sepuluh hari pertama telah diabadikan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Demi fajar, Dan malam yang sepuluh, Dan yang genap dan yang ganjil, Dan malam bila berlalu” (QS Al-Fajr 1-4)
Para ulama tafsir seperti, Ibnu Abbas ra, Ibnu Zubair ra, Mujahid ra, As-Sudy ra, Al-Kalby ra. menafsirkan maksud malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan tidaklah Allah SWT bersumpah dengan sesuatu, kecuali pada saat yang sama memberikan isyarat tentang keagungan sesuatu tersebut. Maka, keagungan sepuluh hari awal dzulhijjah pun semakin dapat kita rasakan, saat Rasulullah SAW juga secara khusus menjelaskan kepada umatnya :
Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Tiada hari dimana amal shalih lebih dicintai Allah melebihi hari-hari ini –yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjjah.“ Sahabat bertanya, ”Ya Rasulallah saw, tidak juga jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah?“ Rasul saw. menjawab, ”Tidak juga dengan jihad, kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya serta tidak kembali (gugur sebagai syahid).” (HR Bukhari)
Berbekal dengan dua dalil di atas, sungguh layak bagi setiap muslim untuk berbenah lebih khusus, mempersiapkan diri untuk mengisi hari-hari mulia tersebut dengan amal-amal yang disyariatkan.
Amalan Unggulan pada Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah
Secara umum setiap muslim diminta untuk memperbanyak amal kebaikan dalam setiap nafas kehidupannya. Secara khusus, kita memang diminta untuk mengoptimalkan sepuluh hari awal dzulhijjah sebagaimana berikut :
Pertama : Memperbanyak Takbir, Tahlil dan Tahmid
Allah SWT berfirman : “dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak..” (QS Al-Hajj 28)
Ibnu Abbas menyebutkan bahwa makna hari-hari di atas adalah sepuluh hari awal dzulhijjah. Beliau juga meriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ”Tiada hari-hari dimana amal shalih paling utama di sisi Allah dan paling dicintai-Nya melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah pada hari itu dengan Tahlil, Takbir dan Tahmid.” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi)
Imam Bukhori juga menyebutkan , ”Ibnu Umar ra. dan Abu Hurairah ra pada hari sepuluh pertama Dzulhijjah pergi ke pasar bertakbir dan manusia mengikuti takbir keduanya.”
Keutamaan dzikrullah pada sepuluh hari awal Dzulhijjah ini bisa dibagi menjadi tiga bagian :
1. Dzikr Mutlaq : Yaitu berdzikir secara umum dan mutlak tanpa terikat waktu khusus, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Ahzab 35.
2. Dzikir Khusus yang disyariatkan : Seperti beberapa doa dan dzikir di pagi dan sore hari, atau doa sebelum melakukan sesuatu aktifitas sebagaimana banyak disebutkan dalam hadits-hadits shohih.
3. Dzikir yang Terikat : yang dimaksud adalah Takbir Hari Raya yang mempunyai lafadz secara khusus dan waktu pembacaan yang terbatas pula. Untuk takbir Idul Adha bisa dimulai dari fajar hari Arofah, hingga Ashar hari Tasriq yang terakhir, khususnya setelah usai sholat lima waktu.
Kedua : Memperbanyak Puasa sunnah, khususnya puasa sunnah ‘Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
Memperbanyak puasa sebagai bagian dari amal sholih yang dianjurkan untuk dikerjakan pada sembilan hari awal dzulhijjah, tidak termasuk hari Idul Adha. Tidak ada dalil keutamaan secara khusus memang, kecuali untuk pelaksanaan puasa Arafah. Kemuliaan puasa Arafah disebutkan dalam riwayat Abu Qatadah ra,bahwa suatu ketika Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari ‘Arafah. Rasul saw menjawab, ”Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR Muslim)
Ketiga : Memperbanyak amal ibadah dan kebaikan karena pahalanya dilipatgandakan
Dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Ditanya, “Apakah jihad di jalan Allah tidak sebaik itu?” Rasul saw. menjawab, ”Tidak akan sama jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang menaburkan wajahnya dengan debu (gugur sebagai syahid).” (HR Al-Bazzar dengan sanad yang hasan dan Abu Ya’la dengan sanad yang shahih)
Memperbanyak amal ibadah dan kebaikan, baik yang bersifat ubudiyah atau vertikal seperti sholat, puasa dan dzikrullah, juga yang bersifat sosial sebagaimana infak dan kebaikan lainnya. Ini sesuai dengan grafik keimanan kita yang meningkat pada hari-hari ini, yang sudah seharusnya diekspresikan dengan menjalankan amal kebaikan yang begitu rupa.
Keempat : Menjalankan dan Mensyiarkan Shalat ‘Idul Adha
Hari raya Idul Adha adalah salah satu syiar dalam agama Islam. Karenanya, sudah sepatutnya seorang muslim menyambutnya dengan kegembiraan dan mengagungkannya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an : “ dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar (agama) Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati “ (QS Al-Haj 32):
Secara khusus kita diperintahkan untuk menjalankan sholat Idul Adha. Allah SWT berfirman : “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS al-Kautsar 2)
Dari Abu Said berkata, “Rasulullah saw. keluar di hari Idul Fitri dan Idul Adha ke musholla. Yang pertama dilakukan adalah shalat, kemudian menghadap manusia – sedang mereka tetap pada shafnya- Rasul saw berkhutbah memberi nasehat dan menyuruh mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Sebagai sebuah syiar, maka setiap muslim harus berusaha untuk mengikuti sholat Idul Adha dengan sepenuh hati, bergembira dan beramai-ramai dalam menjalankannya. Bahkan dalam hadits juga disebutkan, isyarat untuk mengoptimalkan sholat ied dengan mengumpulkan semua untuk hadir, meski dalam keadaan haid sekalipun. Dari Ummi ‘Athiyah, ia berkata, ”Kami diperintahkan agar wanita yang bersih dan yang sedang haidh keluar pada dua Hari Raya, hadir menyaksikan kebaikan dan khutbah umat Islam dan orang yang berhaidh harus menjauhi musholla.” (Muttafaq ‘alaihi)
Kelima : Berkurban di hari Tasyriq dan Memperbanyak Takbir
Allah SWT berfirman : “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS Al-Baqarah). Dzikir di atas lebih khusus mengarah pada pelafalan Takbir Hari Raya sebagaimana telah kami sebutkan di atas.
Selain setelah pelaksanaan sholat Idul Adha, sepanjang tiga hari tasyriq juga masih disunnahkan untuk berkurban. Rasulullah saw. bersabda, “Seluruh hari Tasyriq adalah hari penyembelihan (kurban).” (HR Ahmad). Ini adalah bentuk keluasan dan keluwesan syariat Islam agar kebahagiaan dan semangat berbagi di hari raya ini semakin teroptimalkan. Lebih lanjut seputar etika dan adab seorang yang mau berkurban, bisa Anda lihat di postingan kami tentang Bekal Sebelum Berqurban.
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikahan kemudahan bagi kita untuk menjalani hari-hari mulia ini dengan penuh kebahagiaan dan semangat menjalankan amal kebaikan. Wallahu a’lam bisshowab
Bulan Dzulhijjah selalu identik dengan pelaksanaan ibadah haji, dimana jutaan kaum muslimin berkumpul menjadi satu di tanah suci mengagungkan Allah SWT dan syiar-syiarNya. Banyak peluang pahala, ampunan dan kemuliaan yang dijanjikan kepada mereka yang berhaji. Syariat Islam yang adil juga memberikan kesempatan yang sama pada mereka yang tidak berhaji, untuk sama-sama mendulang pahala dalam hari-hari ini. Maka marilah kita menyambut kesempatan dan peluang berharga ini.
Keutamaan Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah
Kemuliaan bulan Dzulhijjah, khususnya pada sepuluh hari pertama telah diabadikan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Demi fajar, Dan malam yang sepuluh, Dan yang genap dan yang ganjil, Dan malam bila berlalu” (QS Al-Fajr 1-4)
Para ulama tafsir seperti, Ibnu Abbas ra, Ibnu Zubair ra, Mujahid ra, As-Sudy ra, Al-Kalby ra. menafsirkan maksud malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan tidaklah Allah SWT bersumpah dengan sesuatu, kecuali pada saat yang sama memberikan isyarat tentang keagungan sesuatu tersebut. Maka, keagungan sepuluh hari awal dzulhijjah pun semakin dapat kita rasakan, saat Rasulullah SAW juga secara khusus menjelaskan kepada umatnya :
Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Tiada hari dimana amal shalih lebih dicintai Allah melebihi hari-hari ini –yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjjah.“ Sahabat bertanya, ”Ya Rasulallah saw, tidak juga jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah?“ Rasul saw. menjawab, ”Tidak juga dengan jihad, kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya serta tidak kembali (gugur sebagai syahid).” (HR Bukhari)
Berbekal dengan dua dalil di atas, sungguh layak bagi setiap muslim untuk berbenah lebih khusus, mempersiapkan diri untuk mengisi hari-hari mulia tersebut dengan amal-amal yang disyariatkan.
Amalan Unggulan pada Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah
Secara umum setiap muslim diminta untuk memperbanyak amal kebaikan dalam setiap nafas kehidupannya. Secara khusus, kita memang diminta untuk mengoptimalkan sepuluh hari awal dzulhijjah sebagaimana berikut :
Pertama : Memperbanyak Takbir, Tahlil dan Tahmid
Allah SWT berfirman : “dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak..” (QS Al-Hajj 28)
Ibnu Abbas menyebutkan bahwa makna hari-hari di atas adalah sepuluh hari awal dzulhijjah. Beliau juga meriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ”Tiada hari-hari dimana amal shalih paling utama di sisi Allah dan paling dicintai-Nya melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah pada hari itu dengan Tahlil, Takbir dan Tahmid.” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi)
Imam Bukhori juga menyebutkan , ”Ibnu Umar ra. dan Abu Hurairah ra pada hari sepuluh pertama Dzulhijjah pergi ke pasar bertakbir dan manusia mengikuti takbir keduanya.”
Keutamaan dzikrullah pada sepuluh hari awal Dzulhijjah ini bisa dibagi menjadi tiga bagian :
1. Dzikr Mutlaq : Yaitu berdzikir secara umum dan mutlak tanpa terikat waktu khusus, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Ahzab 35.
2. Dzikir Khusus yang disyariatkan : Seperti beberapa doa dan dzikir di pagi dan sore hari, atau doa sebelum melakukan sesuatu aktifitas sebagaimana banyak disebutkan dalam hadits-hadits shohih.
3. Dzikir yang Terikat : yang dimaksud adalah Takbir Hari Raya yang mempunyai lafadz secara khusus dan waktu pembacaan yang terbatas pula. Untuk takbir Idul Adha bisa dimulai dari fajar hari Arofah, hingga Ashar hari Tasriq yang terakhir, khususnya setelah usai sholat lima waktu.
Kedua : Memperbanyak Puasa sunnah, khususnya puasa sunnah ‘Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
Memperbanyak puasa sebagai bagian dari amal sholih yang dianjurkan untuk dikerjakan pada sembilan hari awal dzulhijjah, tidak termasuk hari Idul Adha. Tidak ada dalil keutamaan secara khusus memang, kecuali untuk pelaksanaan puasa Arafah. Kemuliaan puasa Arafah disebutkan dalam riwayat Abu Qatadah ra,bahwa suatu ketika Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari ‘Arafah. Rasul saw menjawab, ”Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR Muslim)
Ketiga : Memperbanyak amal ibadah dan kebaikan karena pahalanya dilipatgandakan
Dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Ditanya, “Apakah jihad di jalan Allah tidak sebaik itu?” Rasul saw. menjawab, ”Tidak akan sama jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang menaburkan wajahnya dengan debu (gugur sebagai syahid).” (HR Al-Bazzar dengan sanad yang hasan dan Abu Ya’la dengan sanad yang shahih)
Memperbanyak amal ibadah dan kebaikan, baik yang bersifat ubudiyah atau vertikal seperti sholat, puasa dan dzikrullah, juga yang bersifat sosial sebagaimana infak dan kebaikan lainnya. Ini sesuai dengan grafik keimanan kita yang meningkat pada hari-hari ini, yang sudah seharusnya diekspresikan dengan menjalankan amal kebaikan yang begitu rupa.
Keempat : Menjalankan dan Mensyiarkan Shalat ‘Idul Adha
Hari raya Idul Adha adalah salah satu syiar dalam agama Islam. Karenanya, sudah sepatutnya seorang muslim menyambutnya dengan kegembiraan dan mengagungkannya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an : “ dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar (agama) Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati “ (QS Al-Haj 32):
Secara khusus kita diperintahkan untuk menjalankan sholat Idul Adha. Allah SWT berfirman : “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS al-Kautsar 2)
Dari Abu Said berkata, “Rasulullah saw. keluar di hari Idul Fitri dan Idul Adha ke musholla. Yang pertama dilakukan adalah shalat, kemudian menghadap manusia – sedang mereka tetap pada shafnya- Rasul saw berkhutbah memberi nasehat dan menyuruh mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Sebagai sebuah syiar, maka setiap muslim harus berusaha untuk mengikuti sholat Idul Adha dengan sepenuh hati, bergembira dan beramai-ramai dalam menjalankannya. Bahkan dalam hadits juga disebutkan, isyarat untuk mengoptimalkan sholat ied dengan mengumpulkan semua untuk hadir, meski dalam keadaan haid sekalipun. Dari Ummi ‘Athiyah, ia berkata, ”Kami diperintahkan agar wanita yang bersih dan yang sedang haidh keluar pada dua Hari Raya, hadir menyaksikan kebaikan dan khutbah umat Islam dan orang yang berhaidh harus menjauhi musholla.” (Muttafaq ‘alaihi)
Kelima : Berkurban di hari Tasyriq dan Memperbanyak Takbir
Allah SWT berfirman : “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS Al-Baqarah). Dzikir di atas lebih khusus mengarah pada pelafalan Takbir Hari Raya sebagaimana telah kami sebutkan di atas.
Selain setelah pelaksanaan sholat Idul Adha, sepanjang tiga hari tasyriq juga masih disunnahkan untuk berkurban. Rasulullah saw. bersabda, “Seluruh hari Tasyriq adalah hari penyembelihan (kurban).” (HR Ahmad). Ini adalah bentuk keluasan dan keluwesan syariat Islam agar kebahagiaan dan semangat berbagi di hari raya ini semakin teroptimalkan. Lebih lanjut seputar etika dan adab seorang yang mau berkurban, bisa Anda lihat di postingan kami tentang Bekal Sebelum Berqurban.
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikahan kemudahan bagi kita untuk menjalani hari-hari mulia ini dengan penuh kebahagiaan dan semangat menjalankan amal kebaikan. Wallahu a’lam bisshowab
No comments:
Post a Comment